Kamis, 17 November 2011

Memilih pasangan hidup



Oleh: wali, dkk

a.     Hadist kriteria memilih pasangan hidup
1.      Redaksi Hadist
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مُوسَى أَخْبَرَنَا إِسْحَقُ بْنُ يُوسُفَ الْأَزْرَقُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْمَرْأَةَ تُنْكَحُ عَلَى دِينِهَا وَمَالِهَا وَجَمَالِهَا فَعَلَيْكَ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ[1]
Telah menceritakan kepada kami dari Ahmad bin Muhammad bin Musa telah menceritakan dari Ishaq bin Yusuf al-Azraq telah menceritakan dari ‘Abdul malik bin Abi Sulaiman dari ‘Atha dari Jabir bahwa Rasulullah saw berkata sesungguhnya perempuan itu dinikahi karena ; Agamanya, hartanya, kecantikannya, maka hendaklah engkau (menikahi) yang beragama, niscaya engkau akan memperoleh keburuntungan.(diriwayatkan oleh at-Tirmidzi).

2.      Takhrij dan tahqiq hadist
Setelah melakukan penelitian dengan menggunakan metode takhrijul hadis, maka hadis-hadis yang memiliki makna yang sama dengan makna yang ada diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
no
Sumber
Bab
No. Hadist
1
Imam Bukhari
Al-Akfa’ fid Din
4700
2
Imam Muslim
Istihbab Nikahi Dsat ad-Din
2661
3
Imam Nasa’i
 ‘ala ma tunkahul mar’atu
3174
4
Imam Ahmad bin Hambal
Musnad Jabir bin Abdullah
14275

Setelah menelusuri berbagai hadist-hadist yang diriwayatkan dari imam-imam terkemuka diatas, dapatlah disimpulkan bahwa hadist mengenai kriteria memilih pasangan hidup adalah hadis Maqbul.


b.     Kajian aspek historis hadis
ASBABUL WURUD dan TARIKHUL MUTUN
1.      Sababul Wurud
a.       Mikro
Dalam Shahih Bukhari disebutkan bahwa telah bercerita kepada kami Ishaq bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami Jarir dari al-Mughirah dari asy-Sya’biy dari Jabir bin Abdullah ra berkata : aku ikut berperang bersama Rasulullah saw, lalu beliau menemuiku saat aku sedang menunggang unta milik kami yang sudah sangat lemah hampir tidak sanggup berjalan. Beliau bertanya kepadaku : “ada apa dengan untamu?” aku berkata : “kelelahan” , maka Rasulullah saw berbalik ke belakang lalu menuntun unta itu dan mendo’akannya. Beliau terus saja berada di dekat unta hingga unta itu berjalan mendahului lalu beliau bertanya kepadaku : “Bagaimana pendapatmu tentang untamu sekarang?” aku jawab : “bagus, dia telah mendapatkan barakah tuan”. Beliau berkata : “apakah kamu mau menjualnya kepadaku?” Jabir berkata : “aku malu karena tidak ada lagi unta yang kami miliki selain itu”. Beliau berkata : “juallah untamu kepadaku”. Maka aku jual unta itu kepada beliau dengan ketentuan saya boleh tetap menungganginya sampai di Madinah. Aku berkata : wahai Rasulullah aku mau menikah”. Lalu aku minta izin kepada beliau dan beliau mengizinkanya”. Lalu aku mendahului orang-orang menuju Madinah hingga ketika aku sudah sampai di Madinah aku menemui pamanku (saudara laki-laki ibu) lalu dia bertanya kepadaku tentang unta maka aku beritahu apa yang sudah aku lakukan dengan unta tersebut dan dia mencelaku”. Jabir berkata : “Rasullullah berkata kepadaku ketika aku meminta izin untuk menikah : “kamu menikahi seorang gadis atau janda”. Beliau berkata : “mengapa kamu tidak menikahi gadis sehingga kamu dapat bercengkerama dengannya dan diapun dapat bercengkerama denganmu”. Aku katakan : “wahai Rasulullah, bapakku (‘Abdullah) telah meninggal dunia (mati syahid dalam peperangan uhud) dan aku memiliki saudara-saudara perempuan yang masih kecil-kecil dan aku khawatir bila aku menikahi gadis yang usianya sebaya dengan mereka dia tidak dapat membimbing mereka dan tidak dapat bersikap tegas terhadap mereka hingga akhirnya aku menikahi seorang janda agar dapat bersikap tegas dan membimbing mereka”.[2] Jabir berkata : “ setelah Rasulullah saw sampai di madinah, aku segera menemui Beliau dengan menyerahkan unta dan beliau memberikan uang penjualan unta tersebut namun beliau juga mengembalikan unta tersebut kepadaku”. Al-Mughirah berkata : “ini merupakan ketentuan kita yang baik dan kami memandangnya tidak ada masalah.[3]
b.      Makro
Kondisi sosio-kultural pada masyarakat Arab ketika hendak menikah dengan lawan jenis, lumrahnnya para laki-laki menikahi dikarenakan motif-motif tersebut. Ada yang karena kecantikannya, ada yang karena kehormatannya, ada pula yang karena kekayaannya, dan itu semua lebih cenderung kepada motif-motif keduniaan. Namun ada pula yang menikahi karena motif agamanya.[4]  Ketika islam menyebarkan ajarannya, Rasulullah memberikan satu hal yang harus diprioritaskan dalam memilih pasangan hidup yaitu agamanya. Closing statement menguatkan bahwa menikahi perempuan karena motif agamanya akan mendapatkan keberuntungan.
Rasulullah memberikan sebuah solusi bahwa Orang yang hendak menikah Agar tidak terjadinya penyesalan dikemudian hari, hendaklah memilih pendamping hidupnya dengan cermat, hal ini dikarenakan apabila seorang Muslim atau Muslimah sudah menjatuhkan pilihan kepada pasangannya yang berarti akan menjadi bagian dalam hidupnya. Wanita yang akan menjadi istri atau ratu dalam rumah tangga dan menjadi ibu atau pendidik bagi anak-anaknya demikian pula pria menjadi suami atau pemimpin rumah tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi (memberi nafkah) bagi anak istrinya. Dari sinilah, sisi Agama menjadi prioritas utama, agar si istri mengetahui tugas dan kewajibannya sebagai istri sekaligus ibu bagi anak-anaknya, begitu juga si suami agar mengetahui tugas dan kewajibannya sebagai suami sekaligus bapak bagi anak-anak mereka.
Dari prespektif lain, dapat diteliti bahwa kriteria dalam memilih pasangan hidup yang Rasul berikan ini agar meminimalisir terjadinya perceraian. Sebagaimana banyak tercatat di sejarah bahwa masyarakat arab sebelum islam datang sering berganti-ganti istri. Padahal inti dari pernikahan adalah agar terciptanya mawaddah wa rahmah dalam kehidupan sehari-hari.
 
2.      Sejarah munculnya hadis dari perawi pertama
Munculnya problem ini secara umum disebabkan oleh beberapa faktor :
a.       Adanya rentang waktu yang panjang ketika perawi pertama mendengar hadis tersebut dari nabi dengan penyampaiannya kepada perawi kedua.
Dihadis ini tabi’nya itu ada dua perawi yaitu ‘Atha dan Muharrib. Kedua mereka itu merupakan tabi’in. Walaupun hadis ini secara eksplisit tidak terdeteksi kapan secara pasti dikeluarkan, akantetapi dapat disimpulkan bahwa hadis ini dikeluarkan sesudah nabi wafat, karena Jabir (perawi pertama) mengeluarkan hadis tersebut kepada tabi’in (yang mereka tidak sempat melihat nabi).
b.      Ada pertentangan dengan hadis lain.
Dalam hadis ini, tidak ditemukan pertentangan dengan hadis lain.
c.       Rawinya sedikit.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh jabir ini, tidak tergolong sanadnya memiliki rawi sedikit, akantetapi tidak pula tergolong sanadnya memiliki rawi banyak. Sebagaimana gambaran jalur sanad dibawah ini :

3.      Apresiasi para ulama
Para ulama sangatlah mengapresiasi hadis diatas, pengarang kitab Iqadzul afhami fi syarhi Umdatil ahkami berpendapat bahwa hadis tersebut merupakan anjuran untuk menikah dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria yang disebutkan dalam hadis ini.[5] Secara garis besar ulama-ulama klasik (imam nawawi dan masih banyak lagi) berpendapat bahwa hadis ini menunjukkan bahwa laki-laki dalam memilih pasangannya haruslah mempertimbangkan kriteria-kriteria yang ada dalam hadis tersebut, ini tidak mengindikasikan bahwa haruslah memilih perempuan dengan memiliki kriteria-kriteria tersebut secara sempurna karena ini sangatlah sulit dan sukar, akantetapi bagi mereka yang mengutamakan kriteria agama dijamin oleh Allah akan memperoleh kebahagiaan dalam berkeluarga.
Adapun dalam perspektif ulama kontemporer, kebanyakan mereka menitikberatkan pada kata mar’ah, yang menunjukkan bahwa ini merupakan kriteria laki-laki dalam memilih pasangan hidupnya sedangkan kriteria perempuan dalam memilih pasangan hidupnya tidak disebutkan. Mereka berargumen bahwa sebenarnya maksud nabi dalam hadis ini kriteria untuk laki-laki maupun perempuan, akantetapi karena dalam asbab wurud, objeknya adalah laki-laki sehingga dalam hadis tersebut dipakai kata mar’ah.

NASKH-MANSUKH
Dalam kajian aspek historis suatu hadis, perlu juga diteliti dengan konsep naskh-mansukh jika dalam hadis tersebut memiliki pertentangan. Dalam hadis ini, penulis tidak menemukan pertentang dengan hadis lain, akantetapi yang penulis temukan adalah variasi matannya, contohnya hadis yang diriwayatkan oleh abu hurairah motif agama diletakkan diakhri setelah motif kecantikan dan ditambah pula dalam hadis tersebut motif nasab. Jadi, karena tidak ditemukannya hadis yang kontradiksi dengan hadis ini, maka tidak perlu diberlakukan konsep naskh-mansukh.

DAFTAR PUSTAKA
An-Nawawi, Imam. Al-Minhaj Syarhul Shahih Muslim. CD ROOM Maktabah Syamilah-Dar Ihya’i at-Turatsi al-‘Arabi : Beirut. 1392.
CD ROOM Mausu’ah.
Majah, Ibnu. 90 Petunjuk Nabi Muhammad saw. Untuk Berkeluarga, terj. Drs. M. Thalib. CV. Ramadhani : Yogyakarta. 1993.
Marhumah. Memaknai Perkawinan dalam Perspektif Kesetaraan. PSW UIN Sunan Kalijaga : Yogyakarata. 2009.
Turmidzi, Imam. Sunan Turmidzi. Software Maktabah Syamilah : Pustaka Ridwan. 2009.
www.lidwa.com





[1] Imam Turmidzi, Sunan Turmidzi, (Software Maktabah Syamilah, Pustaka Ridwan : 2009), no. Hadis 1006, juz 4, hlm. 263.
[2] Dalam Musnad Ahmad bin Hambal disebutkan setelah perkataan jabir tersebut, maka rasul bersabda : “yah sudahlah, itu sudah baik. Sesungguhnya perempuan itu dinikahi karena.....”.(sebagaimana bunyi hadis diatas).
[3] www.lidwa.com
[4] Imam an-Nawawi, al-Minhaj Syarhul Shahih Muslim, (CD ROOM maktabah syamilah-Dar Ihya’i at-Turasti al-‘Arabi, Beirut : 1392), juz 10, hlm. 51.
[5]CD ROOM Maktabah Syamilah

ads

Ditulis Oleh : Viralkan Hari: 00.17 Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar